Indonesia dan kebangkitan Asia
Koran SINDO -
Ilustrasi.
Para futurolog meramalkan bahwa Asia akan
menjadi episentrum kebangkitan ekonomi di masa depan. Negara-negara di
kawasan ini potensial menjadi pesaing utama kemajuan Eropa dan Amerika
yang telah berlangsung selama berabad-abad.
Indikasi
kebangkitan Asia terlihat dari pencapaian ekonomi dan kemajuan
teknologi yang berhasil diraih sejumlah negara, terutama Asia Timur dan
Asia Selatan.
Kishore Mahbubani dalam The New Asian Hemisphere
(2008) melukiskan, saat ini sedang terjadi pergeseran kekuatan global
yang bergerak ke arah Timur-the global power is shifting from the West
to the East.
Hegemoni Barat yang semula tanpa lawan-tanding
sekarang perlahan menghadapi kekuatan baru yang sedang tumbuh di Asia.
Sejarah mencatat, selama berbilang abad bangsa-bangsa Asia hanya
menjadi penonton (bystanders) atas kemajuan ekonomi, teknologi, dan
peradaban yang dicapai bangsabangsa Barat.
Kini, dengan membawa
nilai-nilai Asia, mereka mulai bangkit dan mengambil peran dalam
percaturan global. Banyak hal yang menjadi pertanda kebangkitan Asia,
terutama dalam konteks ekonomi.
Dalam beberapa tahun
terakhir-sebelum krisis finansial mengguncang Amerika dan Eropa yang
membawa dampak global, perekonomian negara- negara Asia mengalami
perkembangan pesat yang ditandai aliran modal karena Asia telah tumbuh
dan berkembang menjadi pasar sangat potensial dan menjanjikan.
Bayangkan,
kawasan Asia dihuni oleh separuh penduduk dunia sehingga menyimpan
potensi ekonomi sangat dahsyat. Profesor Yasheng Huang dari Harvard
Business School menunjukkan, pertumbuhan ekonomi tinggi dan iklim
bisnis yang dinamis di Taiwan, Hong Kong, Singapura, Malaysia,
India,danChinalantarandipicu foreign direct investment (FDI).
Merujuk
pengalaman negara-negara Barat, kini bangsabangsa Asia mencoba
mengadaptasi Western best practices seperti ekonomi pasar terbuka,
aplikasi sains dan teknologi, tata-kelola pemerintahan yang baik,
penegakan hukum, dan sistem meritokrasi untuk mendorong kebangkitan dan
akselerasi kemajuan ekonomi.
Dalam konteks kemajuan Asia,
Indonesia pun diramalkan akan menjadi salah satu pusat pertumbuhan
ekonomi dan menjadi kekuatan kunci yang memainkan peranan signifikan
dalam dinamika perekonomian global.
Namun, ada syarat utama
yang bersifat mutlak yang harus dipenuhi terlebih dahulu, yakni
membangun tatakelola pemerintahan yang baik, bersih, transparan, dan
akuntabel yang ditopang penegakan hukum yang tegas dan adil.
Penting
dicatat, tata-kelola pemerintahan yang baik, transparansi,
akuntabilitas, dan penegakan hukum berkaitan erat dengan kualitas
pelayanan publik.Semua itu berpengaruh langsung pada investasi dan
aliran modal domestik maupun asing yang berimplikasi pada
tinggi-rendahnya pertumbuhan ekonomi.
Bahkan World Development
Indicators (WDI) 2008 menurunkan laporan mengenai International Country
Risk Guide Index yang mencakup lima hal, yaitu: (1) korupsi, (2)
penegakan hukum, (3) risiko penjarahan, (4) pembatalan kontrak oleh
pemerintah, dan (5) kualitas birokrasi.
WDI menempatkan
Indonesia sebagai negara dengan tingkat risiko investasi yang relatif
tinggi. Bandingkan dengan China yang sukses melakukan reformasi
birokrasi pemerintahan dan serius memberantas korupsi untuk menekan
risiko investasi pada tingkat paling minimal. Tak mengherankan bila
aliran modal dan investasi asing mengucur deras ke China.
Karena
itu, Pemerintah Indonesia memikul tanggung jawab besar untuk
memperbaki semua indikator tersebut agar dapat menarik investasi dari
luar guna mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi.
Harus
diakui, kita masih menghadapi persoalan serius, terutama problem
korupsi yang melanda semua cabang pemerintahan eksekutif, legislatif,
dan yudikatif. Praktik korupsi akut telah melumpuhkan sendi-sendi
pemerintahan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi sehingga menghalangi
upaya percepatan pertumbuhan ekonomi.
Kita semestinya
mengambil sikap zero tolerance terhadap korupsi meskipun hal itu tidak
mudah karena praktik korupsi selalu bersifat hierarkis dan melibatkan
pihak-pihak yang punya kekuasaan politik.
Para aktor yang
terlibat korupsi berjenjang (corruption in hierarchies) pasti saling
melindungi dan tak mudah ditembus aparat penegak hukum. Di sini faktor
kepemimpinan politik sangat penting yang berpengaruh besar pada
percepatan pembangunan ekonomi dan pencapaian kemajuan.
Model
kepemimpinan politik apakah yang relevan dan cocok untuk mendukung
ikhtiar bangsa mencapai citacita besar nasional? Ada ilustrasi
perbandingan yang kontras dan menarik dikemukakan.
Model
kepemimpinan politik di Asia sangat beragam yang masing-masing memberi
kontribusi terhadap proses kebangkitan bagi negara bersangkutan.
Sebagai
contoh, Korea Selatan—seperti halnya Indonesia—punya pengalaman di
bawah kepemimpinan militer yang sangat otoriter selama dua dekade.
Korea mengalami transisi yang relatif mulus menuju pemerintahan dan
kepemimpinan demokratis.
Diawali oleh kepemimpinan Kim Dae
Jung, Korea sekarang melaju dengan pertumbuhan ekonomi yang
mengesankan. Sementara China adalah contoh lain dari kutub yang
berbeda.
Kepemimpinan politik tersentralisasi dengan partai
tunggal, PKC, dan menganut sistem pemerintahan otoriter, tetapi sukses
pula mendorong akselerasi pembangunan ekonomi.
Bahkan model
pembangunan ekonomi China dengan kepemimpinan politik nondemokratis
mulai diadopsi negara-negara sekawasan seperti Vietnam dan Laos.
China
telah menjadi kiblat baru model pembangunan ekonomi dan kepemimpinan
politik. Rezim pemerintahan seperti China ini disebut liberal
authoritarian regime, suatu pilihan sistem nondemokrasi, tetapi mampu
mendorong pertumbuhan ekonomi.
Untuk konteks Indonesia, pilihan
kita sudah benar dengan menerapkan sistem demokrasi. Yang kita perlukan
sekarang adalah pemimpin politik yang tegas dan pemberani untuk
mempercepat proses kebangkitan.
Perlu dikemukakan, pencapaian
yang paling membanggakan sebagai bangsa adalah keberhasilan kita
membangun sistem demokrasi modern, pemilihan presiden langsung oleh
rakyat, penghargaan pada kebebasan politik dan hak-hak sipil, kebebasan
pers, dan kemajemukan sosial-budaya.
Atas semua pencapaian
tersebut, Indonesia menjadi negara demokrasi terbesar ketiga di dunia
setelah India dan Amerika. Pengalaman negara-negara Barat menunjukkan,
demokrasi merupakan sistem yang kondusif untuk mendorong kemajuan
ekonomi.
Maka, demokrasi di Indonesia semestinya juga dapat memacu pertumbuhan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Inilah
yang harus menjadi agenda besar bangsa, tetapi belum sepenuhnya
mendapat perhatian serius dari elite-elite nasional. Dengan tetap
mengakui sejumlah problem krusial seperti kemiskinan, pengangguran, dan
tingkat kesejahteraan masyarakat yang masih rendah, kita patut
optimistis dapat melangkah maju.
Bahkan sikap optimistis justru
muncul dari masyarakat internasional, bahwa Indonesia akan memainkan
peranan penting dalam percaturan global di masa depan.
Penilaian
bernada optimistis dapat dibaca dalam laporan yang ditulis Andrew
MacIntyre dan Douglas Ramage bertajuk Seeing Indonesia as a Normal
Country (2008). Membaca laporan ini, kita diyakinkan bahwa Indonesia
sudah berada pada jalur yang benar-we are on the right track.
Kini,
agenda utama nasional adalah mencari sosok pemimpin tegas, berwibawa,
dan tepercaya yang memberi inspirasi untuk memandu bangsa mencapai
kemajuan dan kemakmuran serta mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh
rakyat Indonesia. Mampukah kita menemukan figur pemimpin ideal melalui
Pemilu 2014 nanti?